Pengantar:


Bagi saya karya ini adalah karya besar yang penuh dengan nasehat kehidupan. Karya ini lahir tentu saja melalui kajian yang mendalam atas landasan sosiologis dan filsafat jawa. Bersama teman yang dulu juga pernah menjadi seorang guru, selama lebih dari dua tahun saya mencoba menerjemahkan untaian syair, demi mendapatkan sebait syair yang berat maknanya. Saya bersama teman (Emdi: Jumadi, Mantan anggota DPRD II Batang dari fraksi PDI), bermaksud mengkaji karya-karya besar para pujangga, kanjeng sunan, dan filosof jawa lainnya serta menyempurnakan pengumpulan karyasemacam ini demi kelestarian dunia kesastraan jawa.

Mudah-mudahan kesukaan saya pada tembang Mocopat dan kemampuan Om Emdi dalam berbahasa Jawa mampu memberi energi yang besar dalam berkarya terus menerus sehingga Kidung Panguripan pada akhirnya dapat menjadi kumpulan sastra jawa yang berguna bagi para pembaca. Selamat membaca dan merenungkan.......

Jumat, 15 Mei 2009

SASTRA JAWA DAN KEBUDAYAAN

Sastra jawa dan kebudayannya, jika dipahami maksudnya mengandung banyak filosofi kehidupan alam manusia, sepertinya dapat digunakan untuk menggali pemikiran-pemikiran yang dapat dituangkan dalam bentuk sastra atau menjadi alat untuk membangun citra. Sebagai seorang manusia yang sekaligus dapat dipergunakan menghadapi tantangan dari Interfensi Budaya Asing, maupun tantangan hidup baik secara pribadi ataupun kelompoknya, sehingga dapat menjadi pemandu perilaku kehidupan manusia di alam dunia dalam menghadapi setiap perubahan jaman, khususnya yang menyangkut perubahan-perubahan yang berdasar pada teori “ Cakra Manggilingan “ atau “ Wolak-walik ing jaman “.

Telah banyak karya-karya sastra di sepanjang jaman yang dapat menjadi semacam referensi, sayangnya terbitan buku-buku sastra jawa yang adi luhung sekarang sudah langka.

Membangun kembali budaya jawa sebagai “ Sangkan Paraning Dumadi “ untuk mengenal asal-usul yang oleh Bung Karno disebutkan “ Jangan sekali kali meninggalkan sejarah “ kurang banyak diminati oleh generasi-generasi sekarang.

Menyimak kejayaan para pujangga sejak jaman Kerajaan Erlangga, Majapahit, Demak, Mataram sampai sekarang terbukti dan terlihat karya-karya sastra jawa mampu menjadi pendamping perilaku manusia dalam pengertian sebagai “ Budaya “ yang menyangkut sifat budi pekerti, sifat penalaran, sifat angan-angan dalam hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan sang pencipta alam raya.

Sebagai wrga masyarakat, warga Bangsa Indonesia dalam mencermati fenomena Pemilu di tahun 2009 sangat dirasa perlu untuk membangun budaya guna menciptakan perilaku budi pekerti yang luhur.

Bukan bermaksud untuk menggurui, jika penulis menyampaikan temuan-temuan dari karya-karya sastra jawa yang terkait dengan pembangunan akhlak melalui pembangunan budaya dan masalah religi.

Sudah lama penulis mengenal apa yang disebut sebagai tembang “ Mocopat “ yang sejauh ini banyak di pahami, di pelajari, di lestarikan sebagai tembang yang berbahasa jawa yang juga dikenal oleh sebagian besar masyarakat jawa pada umumnya,. Tembang-tembang macapat tersebut menjadi enak dan dapat memberikan ketenangan, keharuan, keindahan saat dilantunkan.

Dalam hal ini, penulis sangat tertarik dan mencoba untuk menguhubungkan antara “ nama-nama tembang macapat, tulisan jawa hanacaraka sampai dengan batanga serta tembang ilir-ilir dari sudut pandang filosofi “ sedangkan dalam penulisan, penulis coba menggambarkan dalam bentuk geguritan dan dalam bentuk tembang ( pupuh dandanggula, salah satu dari tembang mocopat ).

Semoga kita semua dapat memetik hikmahnya serta berguna memberi panduan-panduan pada kita, dalam mengarungi kehidupan di alam dunia. Di samping sebagai pelestarian budaya milik Bangsa Indonesia.

Dan tentunya sangat berterima kasih apabila pembaca berkenan untuk menyempurnakannya. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar